Sabtu, 31 Januari 2009

Nari di Atas Kapal Cheng Ho


Pengalaman ini aku rasakan ketika aku mengikuti sendratari di Klenteng Gang Lombok-Semarang. Saat itu perayaan diadakan masih dalam serangkaian program Semarang Pesona Asia. Aku berperan sebagai dayang atau pengikut dari permaisuri cina. Dimana aku sebagai orang pribumi yang harus memainkan lakon bisa menari Jawa. Dalam adegannya pun aku memerankan sebagai gadis pribumi yang disukai oleh orang Cina. Lalu kami menari bersama sebagai adegan penutupnya. Yang lebih serunya seluruh adegan drama itu dilakukan di atas kapal Cheng Ho buatan yang permanen. Sehingga seluruh warga dapat menyaksikan drama tersebut dengan begitu asyik. Aku begitu bangga dengan pengalaman itu walaupun hanya dibayar Rp 75.ooo0,00. Sebagai anak Indonesia bukankah kita harus melestraikan budaya sendiri?

Semarang Pesona Asia, Jadi Penari Woi....


Impianku jadi penari di depan umum akhirnya kesampaian lagi ketika aku menjadi bagian dalam festival di Semarang itu. Semarang Pesona Asia merupakan program dalam rangka memperkenalkan kota Semarang dalam hal pariwisata serta seni budaya Jawa Tengah. Waktu itu aku menari di hadapan Gubernur Jawa Tengah dan Menteri-menteri Indonesia (lupa namanya). Saat itu upah dari menari memang tak sebanding dengan latihan setiap minggunya. Aku diberi upah Rp 75.000,-. Bagiku itu tak menjadi masalah karena aku senang dengan tarian. Melalui tarian aku dapat mengekspresikan diri. Terutama melalui tarian tradisional. Aku kira Semarang Pesona Asia cukup berhasil di mata orang dalam negeri. Bahkan turis-turis asing banyak yang memberikan sambutan baik untuk SPA ini. Maju terus kota Semarang.

Orang Indonesia Salah Kalau Lebih Bangga dengan Obama dibanding SBY


Menurutku kebanyakan orang-orang Indonesia lebih bangga dengan Obama yang sekarang menjadi presiden Amerika itu. Kabarnya atau memang yang sebenarnya dia pernah tinggal di Indonesia. Mungkin yang berbangga terlalu berlebihan itu orang-orang Indonesianya saja, kalau Obama ya biasa-biasa saja tuh. Dibandingkan dengan pak SBY yang jadi presiden kita sekarang, banyak orang yang cuma berkomentar siis masalah kinerjanya. Orang Indonesia seharusnya lebih dapat mengapresiasi kinerja beliau. Menurutku lagi, pak SBY juga jauh lebih ganteng dibanding Obama. Ya kalau perbandingan angka bisa jadi 11-12. Semoga saja dengan tulisanku ini, banyak anak Indonesia yang dapat menghargai pemimpinnya sendiri.

Jumat, 30 Januari 2009

STT Telkom Hanya Mimipi Bagiku

Ketika aku mulai masuk SMA, mimpiku hanya satu yaitu ingin kuliah di STT Telkom. Guru BK memberiku formulir pendaftaran untuk masuk ke sana. Tetapi setelah aku buka, biaya kuliahnya sangta mahal bagiku. Namu aku masih memiliki harapan yang sangat besar. Aku berikan brosur itu kepada kedua orang tuaku. Mereka menanggapinya dengan sangat dingin. Bagaimana kita bisa membayar uang kuliahmu nanti!, begitu kata Ibu. Semua yang aku impikan dari dulu hilang begitu saja karena perkataan itu. Padahal aku juga sudah berusaha menabung meskipun aku yakin itu tak cukup. Mungkin benar kata orang, orang miskin tak akan bisa bermimpi terlalu tinggi. Akhirnya aku terima itu semua dengan ikhlas. Lalu aku memilik UNNES sebagai tempat kuliahku sekarang. Ya, UNNES adalah pilih kedua orang tuaku.

Penipuan Lomba Sinopsis


Ketika aku duduk di bangku kelas 3 SMA, aku sempat mengikuti lomba penulisan sinopsis. Buku yang aku rangkum bertajuk "Pula Nusakambangan". Saat presentasi lomba diadakan aku menampilkan yang terbaik, terutama untuk membawa nama baik sekolahku. Juripun salau kepadaku karena aku dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya. Tentu saja, karena aku sempat beberapa tahun tinggal di Cilacap. Akhirnya aku dinobatkan menjadi juara pertama pada lomba tingkat Kota itu. Hadiah yang dijanjikan oleh Dinas Pendidikan Kota Semarang adalah uang sebesar Rp 1.600.000,00 beserta piala dan piagam. Namun itu hanya omong belaka karena pada akhirnya aku ditipu mentah-mentah. Hanya piala dan piagam yang diberikan oleh Dinas. Unagnya raip entah dimakan siapa. Itulah kekecewaanku sebagai anak bangsa. Aku merasa pendidikan yang seperti itu sama artinya dengan membiarkan anak bangsa terlantar dalam kebanggannya menjadi juara.

Wanita-Wanita Perkasa dari Medini


Pengalaman ini aku alami ketika melakukan penelitian alam di daerah Medini-Kendal-Semarang. Pagi-pagi buta (buka bermaksud berlebihan) para ibu di desa itu tngah bersia-siap berdiri di pinggir jalan guna menghadang truk yang akan lewat untuk mengangkutnya. Ternyata truk itu nantinya akan membawa mereka berjelajah menuju kebun teh di atas desa milik perusahaan PT. Rumpun Sari Medini. Tempatnya begitu jauh dan tinggi. Tak hanya itu tempatnya juga amat berbahaya bagi keselamatan ibu-ibu itu. Terlebih usia mereka rata-rata di atas 40 tahun. Mereka bekerja sebagai buruh pemetik teh. Tak ada asuransi untuk keselamatan jiwa. Makan pun hanya sekali, lauk termewahnya adalah nasi dan telur. Jika tidak ada ya lauknya seadanya. Betapa mengerikan ketika 1 kg dauh teh hanya dihargai dengan Rp 500,00. Dibandingkan dengan tenaga yang mereka keluarkan iotu tak sebanding. Mereka benar-benar wanita perkasa dari Medini.

Juara RISTEK

Waktu itu aku sedang pelajaran TIK. Tiba-tiba eorang guru datang dan memelukku. Tentunya aku terkejut (bukan berlebihan lho). Aku juga merasa bingung. Lalu ia mengucapkan selamat kepadaku. Ternyata aku memenangkan kompetisi penulisan karya ilmiah yang diadakan oleh Menteri Riset dan Teknologi di Jakarta. Saat itu aku menulis tentang Pabrik Kimia Farma dan Jamu Sido Muncul yang mampu mengembangkan IPTEK Mandiri bangsa dalam hal pengolahan produk. Aku benar-benar bangga ketika aku diundang ke Jakarta untuk menerima hadiah. Wow, gedungnya tinggi sekali. Aku bertemu dengan pak menteri. Dengan hadiah yang lumayan besar, 2,5 juta aku juga mendapat berbagai buku tentang IPTEK. Pengalaman lain yang tak ku lupakan ketika aku meninjau Sungai Ciliwung yang sering dikabarkan banjir setiap kali hujan melanda ibukota itu. Layaknya orang terkenal, aku juga diwawancarai oleh wartawan dari surat kabar yang cukup ternama di Jakarta. Aku semakin memiliki semangat bahwa hidupku akan kuabdikan untuk Indonesia tercinta.

Hormat Grak......Pakibra Datang........!!!


Tim Paskibra dari SMP ku sudah siap bertanding. Awalnya aku hanya menjadi cadangan. Dalam perlombaan tata upacara bendera semua tim harus menyajikan bagaimana tata upacara bendera yang baik dan benar. Mulai dari peserta maupun dari atributnya. Tanpa sengaja ternyata temankku yang menjadi pembina upacara jatuh pingsan. Alhasil, aku yang ditunjuk untuk menggantikannya. Lagi-lagi karena keberuntungan. Tim paskibraku menang dan aku juga turut mendapat piagam kejuaraannya karena aku menggantikan temanku tadi. Percaya tak percaya sebelum berangkat satu per satu siswa disembur air putih oleh pelatihku. Mungkin air itu mujarab juga atau jangan-jangan jurinya pada bau gara-gara pelatihku belum gosok gigi sehingga airnya bau. hehe

Pantaskah Budaya Daerah Ditertawakan?


Saat memenangkan lomba pidato bahasa Jawa aku merasa begitu bangga. Aku memang terlahir dari keluarga asli suku Jawa. Namun saat kemenanganku diumumkan waktu upacara bendera di sekolah aku merasa begitu rendah dan kecewa. Bagaimana tiodak? Ketika diumumkan ada yang menang lomba pidato bahasa Inggris semua anak tepuk tangan dan berteriak. Tetapi, ketika diumumkan ada yang memenangkan pidato bahasa Jawa mereka tertawa dan berteriak "hu...hu...". Apa mereka tidak merasa bangga dengan budaya daerah sendiri. Itulah yang seharusnya dibenahi oleh kaum muda untuk lebih mencintai budaya daerahnya sendiri. Hal itu juga seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua untuk menanamkan rasa cinta budaya daerah sejak dini kepada putra-putri mereka. Untuk itulah aku ingin semua orang bangga dengan budaya daerah guna membangun Indonesia yang selama ini hanya sekedar mimpi.

Untung Lagi Untung Lagi

Dag dig dug....saat babak rebutan serdas cermat aku dan kedua temanku satu tim begitu tegang. Kali ini perlombaannya bukan lagi main-main. Mewakili regu PASKIBRA SMP. Pertanyaan terakhir adalah "Berasal dari negara manakah Galileo Galilei?". Kelompok pertama menjawab Belanda, ternyata juri berkata "salah". Kelompok kedua menjawab Perancis, lalu juri berkata "salah". Dengan tak ada beban aku menjawab "Italia" dengan ditambah mukaku yang tak meyakinkan juri itu berkata "Benar" sambil menggerakkan kumisnya. seusai lomba kedua temanku bermaksud memujiku. mereka bertanya bagaimana aku bisa tahu jawabannya padahal ilmuku saja pas-pasan sama dengan mukaku ini. Dengan ekspresi aneh aku menjawab "aku juga tadi itu mengarang kok, jadi kalian tidak usah khawatir kalau ilmuku sudah berubah jadi tinggi". Tanpa lihat kanan kiri kedua temanku langsung menjitakku. Waduh...!!!

Cerdas Cermat Pakai Tutup Panci

Pengalaman kali ini aku alami saat PERSAMI di Gonoharjo-Nglimut-Semarang waktu SMP. Dalam kegiatan itu diadakan lomba cerdas cermat. Tapi anehnya, tombol yang digunakan untuk menjawab pertanyaan lain dari yang lain. Kelompok pertama menggunakan kentongan yang dipukul sehingga bunyinya tong-trok-to-tong. Kelompok kedua menggunakan botol minum plastik yang apabila dipukul berbunyi tuk-tuk-tuk. Sedangkan kelompokku memakai tutup panci sehingga bunyinya teng-teng-teng. Saking semangatnya kelompokku dalam menjawab pertanyaan rebutan, tutup panci yang ternyata milik guruku itu jadi penyok. Penyoknya npanci itu ternyata tidak sia-sia, akhirnya kelompokku dinobatkan menjadi juara kedua lho.

Kamus dari USA


Saat kelulusan SD aku mendapat peringkat kedua. Ternyata saat ku buka hadiahnya, aku mendapat hadiah kamus terjemahan Inggris-Indonesia dan uang sebesar Rp 40.000,00. Aku lebih tertarik pada kamusnya. Mengapa? Karena kamus itu ternyata disusun oleh dwi ahli dari USA lho! Yaitu Joh M. Echols dan Hassan SHADILY. Wow, bagiku itu sangat keren, harganya sangat mahal lagi. Maklum aja, saat itu aku tak akan sanggup membelinya karena aku hanyalah anak seorang PNS yang hidupnya serba pas-pasan.

Manggung Lupa Pakai Atribut

Sejak SD aku memang tertarik untuk menari tradisional. Perjuanganku untuk dapat menari Jawa akhirnya terwujud untuk pertama kali melalui festival tari Jawa antar sekolah dasar. Wow, saking semangatnya sampai-sampai aku tak menghiraukan dandananku saat itu. Ketika akan tampil, aku sedikit melirik penampilan teman-temanku satu tim. Mereka tampak cantik dengan anting-anting di telinganya dan kalung di lehernya. Ups, astaga aku terlupa sesuatu. Aku baru sadar kalau aku lupa memakainya. Aku lupa minta dipakaikan anting dan kalung oleh periasnya. Padahal aku sudah berada di tempat perlombaan sedangkan para perias tinggal di sekolahku. Akhirnya dengan minimnya ke-PD-anku ini aku tetap menari seadanya. Hiks...hiks...

Kamis, 29 Januari 2009

Lomba Menyemir Sepatu

Dalam kegiatan pesta siaga SD, aku mengikuti ajang lomba menyemir sepatu yang disponsori oleh KIWI. Kakak-kakak dari KIWI sebelumnya mempraktikkan bagaimana cara menyemir sepatu terlebih dahulu. Dimulai dari dibersihkan dengan kain, disemir, lalu dijemur. Karena tidak ada sepatu yang akan di uji oba maka aku memiliki inisiatif untuk melepas sepatu Ayah yang saat itu mengantarku lomba. Aku praktikkan semuanya dengan begitu santai. Ternyata sepatu hasil semiranku dinobatkan menjadi jura tiga. Ya iyalah, dari rumah kan sepatu Ayah sudah disemir dulu oleh Ibu.

Menang Lagi karena Beruntung

Bagaimana tidak beruntung,kali ini lomba cerdas cermat aku ikuti bersama dua orang temanku. Pada awalnya kami sudah pesimis untuk menang. Detik-detik terakhir membuat kami tak gentar. Hingga pada babak rebutan sekuat tenaga kua kami berusaha menekan tombol untuk menjawab pertanyan. Huff, akhirnya kami bia juga menjadi juara satu. Padahal selisih nilainya dengan juara du cuma 5 point. Yang lebih aneh lagi itu juga baru lomba tingkat kecamatan.

Hafal dan Menulis Teks Pembukaan UUD 1945? Siapa Takut?


Kali ini lomba yang aku ikuti i sekolah adalah lomba menulis teks Pembukaan UUD 1945. Tentunya tok boleh menyontek dong. Mti-matian aku bergadang alias SKS alias Sistem Kebut Semalam untuk menghafalkan teks itu. Esok paginya aku menulis dengan santai. Wow, aku jadi juara satu. Ya iyalah, soalnya sainganku kebanyakan anak laki-laki. Kalu tulisanku yang amburadul ini ungkin saja agak mendingan,hehe. Tapi benar-benar kali ni aku beruntung lagi jadi juara. Aku brtambah bingung, sevenarnya aku masih dibutuhin ilh bangsa ini atau tidak? Jadi juara tapi kok karena beruntung terus?

Juara Menghafal Pancasila


Ini juga aku alami saat masih duduk di bangku SD. Aku mengikui perlombaan 17-an di kampung. Lombanya menghafal Pancasila. Waku iu aku bener-bener tak punya malu. Baaimana iak/ Sudah peke mic tapi aku masih teriak-teriak. Apalagi suaranya masih agak celat. Ditambah sila Pancasilanya agak tidak urut. Tapi finalnya aku dinobatkan menjadi juara kedua. Soalnya anak-anak yang lain lebih parah alias tidak hafal. Tapi aku berharap nantinya ketika sudah besar nilai-nilai Pncasila itu akan terus kukembangkan dalam hidupku.

Anak Bangsa Dapat Nilai Nol?


12 tahun yang lalu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu ulangan matematika perdana aku mendapat nilai mengejutkan jantung (mungkin terlalu berlebihan) alias nilainya nol. Aku langsung nangis. Bukan karena dapat nilao nol tapi karea guruku menjewer telingaku. Tidak bermakud untuk berlagak romantis, teman cowok yang duduk di sebelahku memberikan sapu tangannya untuk menyeka air mataku. Wah, baik banget ya. Lebih tepatnya karena kita satu penderitaa alias dia juga dapat nilai nol. Saat itu ku berpikir, apakah aku ini maih bisa dibanggakan sebagai anak bangsa. Aku mulai berbenah diri hingga akhirnya pada penerimaan raport yang pertama, aku peringkat tiga (bukannya sombong, tapi bangga dikit boleh kan?). Waktu dipanggil ke depan untuk menerima hadiah rangking, aku maju tapi anehnya temanku yang dapat peringkat satu malah menginjak kakiku keras banget. Jadi juara tapi malah malu.